Morphic Resonance: Masa Lalu yang Mempengaruhi Masa Depan

Morphic resonance adalah hipotesis yang dikemukakan oleh ahli biologi Inggris, Rupert Sheldrake, PhD. Saya menemukan pembahasan ini ketika mencari paper yang menjelaskan model hidrodinamik pengisian polong karya beliau.

  1. Adaptasi sel terisolasi
  2. Tanaman toleran suhu tinggi
  3. Kesimpulan
  4. Pustaka acuan

Jadi apa itu morphic resonance? hipotesis ini menjelaskan bahwa alam semesta memiliki memori kolektif yang dapat menghubungkan suatu organisme atau sistem melalui medan informasi (morphic fields).

Ketika tikus di laboratorium A berhasil memecahkan labirin, maka Tikus di laboratorium B akan lebih cepat menyelasaikan labirin karena pengaruh pengalaman masa lalu tikus lain akibat adanya morphic resonance.

Hipotesis tersebut menerima banyak kritik tajam, orang-orang menyebutnya pseudoscience. Richard Dawkins, Lewis Wolpert, Michael Shermer, John Maddox, dan Simon Singh yang mempertanyakan rasionalitas, reproduksibilitas, dan bukti empirisnya.

“The biggest scientific delusion of all is that science already knows the answers. The details still need working out but, in principle, the fundamental questions are settled.”
― Rupert Sheldrake, The Science Delusion: Freeing the Spirit of Enquiry

Rupert melakukan beberapa test dan juga studi literatur yang menopang hipotesisnya mengenai morhpic resonance. Berikut merupakan beberapa argumen untuk membuktikan hipotesis morphic resonance yang sumbernya berasal dari “A New Science of Life” karya beliau.

Adaptasi sel terisolasi

Pembahasan ini berhubungan dengan kultur jaringan dan teori totipotensi sel. Menurut Sheldrake observasi dari Hill (2000) dapat menjadi salah satu jalan untuk menjelaskan adanya morphic resonance.

Cell seemed to be influencing other similar cells at a distance

Pada artikelnya Hill (2000) melakukan sebuah penelitian untuk melihat mutasi sel hamster yang tahan akan toksin thioguanine. Prosedur standar adalah mengekspos sel terhadap toksin tersebut untuk dilakukan seleksi sebagai hasil dari mutasi acak yang terjadi.

Gambar 1.

Gambar 1

Serial assay yang digunakan oleh Hill (2000) dilakukan dengan cara mengkulturkan sel ke dalam media kultur yang diberikan toksin dan sel lain ditempatkan pada media biasa, tanpa toksin. Keduanya berasal dari satu sel sehat yang sama.

Langkah tersebut diulang secara terus menerus. Pada awalnya sel yang ditempatkan pada lingkungan toksin, semuanya mati. Tapi setelah beberapa tahapan ternyata mulai banyak sel yang resisten.

Secara mengejutkan setiap pemindahan sel sehat pada media baru, mutasi meningkat. Semakin banyak sel yang resisten. Satu sel yang menderita seperti menurukan informasi pada sel sehat yang berada pada media tanpa toksin.

Hill (2000) melakukan prosedur yang sama pada toksin yang belum digunakan sebelumnya, yaitu ethionine. Sampai pemindahan ke-35 dengan waktu 3 bulan, semua sel mati.

Timbulah sel yang resisten terhadap ethionine, hal ini dilakukan tanpa melakukan seleksi (lihat gambar prosedur). Kesimpulannya adalah sel yang sama walaupun dipisahkan oleh media dapat beradaptasi karena saudaranya telah merasakan toksin (Hill, 2000).

Argumentasi dari Hill (2000) adalah adanya informasi adaptif dari sel yang asalnya sama secara lemah, tidak dimediasi oleh DNA, dan berhubungan dengan teori fisika quantum entanglement.

Note: silahkan baca bagian concluding remarks dari Hill. Informasi penting sekaligus claim dia dituliskan lengkap.

Gambar 2

Berdasarkan hipotesis dari morphic resonance ketika percobaan dilakukan menggunakan mekanisme pada Gambar 2, maka sel yang resisten akan muncul pada pemindahan kedua ke-2 walaupun tanpa diberikan toksin (atas). Hal ini disebabkan karena saudaranya sudah diberikan toksin berdasarkan serial assay (bawah).

Tanaman toleran suhu tinggi

Tanaman yang diintroduksi pada lingkungan baru akan beradaptasi dan terjadi natural selection. Rupert menjelaskan bahwa morphic resonance dapat dicoba dengan penelitian tanaman yang diberikan stress lingkungan.

Galur C adalah inbreed line yang tidak diberikan perlakuan suhu tinggi. Galur D berasal dari inbreed line yang sama tetapi diberikan perlakuan suhu tinggi. Tanaman yang berhasil beradaptasi, alias tidak mati ditanam kembali pada musim berikutnya. Hal ini diulang secara terus menerus seperti melakukan seleksi.

Adaptasi pada galur D dapat disebabkan oleh faktor epigenetik dan morphic resonance dari galur terdahulu. Apabila galur C juga memiliki toleransi terhadap suhu tinggi maka peristiwa ini disebabkan oleh morphic resonance.

Kesimpulan

Morphic resonance sudah dikemukakan sejak tahun 1981 atau saat ini sudah 44 tahun. Menarik untuk dipelajari sebagai rekreasi pengetahuan. Agar lebih jelas saya sangat menyarankan membaca concluding remarks dari Hill. Jika sudah kepalang penasaran kamu juga bisa baca langsung bukunya Ruper Sheldrake dari Kindle.

Menurutku untuk cek hipotesis ini butuh biaya yang gede dan memang kurang dari segi reproduksibilitasnya. Makasi udah mampir ;0

Pustaka acuan

Hill, M. (2000). Adaptive state of mammalian cells and its nonseparability suggestive of a quantum system. Scripta Medica73(4), 211-222.

Sheldrake, R. (2005). A new science of life. Icon Books Ltd.


Discover more from Qorinotes

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Qori Avatar

Published by

Categories:

Leave a comment