
- Penemuan kecil
- Pikiran Bersama
- Tidak ada ruang diskusi informal di keluarga
- Memposisikan anak sebagai efektor
- Hubungannya dengan masa depan anak
Penemuan kecil
Saya pernah mengajar anak-anak, tidak lebih dari dua jam alias hanya sebetar saja. Ada satu momen dimana waktu itu sedang hujan badai dan mati lampu sehingga anak-anak tidak bisa pulang.
Selanjutnya dipenuhi dengan banyak cerita dan pertanyaan, saya juga tidak menyangka dan sekaligus senang. Bahwa mereka masih memiliki rasa penasaran yang tinggi.
Ada satu anak yang memberikan saya banyak pertanyaan sampai anak lain kesal. Pertanyaanya radix, dia menanyakan sesuatu yang umum dan mengakar. Anak ini belum masuk ke SD, seiingat saya dia masi berstatus sebagai murid TK.
Mengapa ular tidak punya kaki?
Pertanyaan itu sekilas mudah untuk di jawab oleh kita sebagai orang dewasa. Tetapi untuk menjelaskannya ke anak, ternyata perlu usaha lebih dan kadang saking biasanya, kita malah bingung menjelaskan.
Anak-anak memandang dunia dengan penuh keingintahuan. Mereka memposisikan diri sebagai seseorang yang “tidak tahu”. Mereka tidak memikirkan konsekuensi atas pertanyaan, mereka bernalar.
Selain anak TK, di sana juga terdapat anak SD dan SMP. Saya kemudian menyadari bahwa mereka lebih sedikit bertanya karena adanya rasa ragu. Hal inilah yang menjadi fokus diskusi kita pada artikel ini.
Pikiran Bersama
Saat sekolah anak dituntut untuk bersosialisasi dengan siswa lain. Ini sangatlah bagus dan memang sebagai seorang manusia kita tidak akan lepas dari ngobrol atau ngegosip. Sudah kodratnya.
Jika lingkungan sekolah atau keluarga tidak memberikan space yang cukup untuk bebas berekspresi, maka kebiasaan seperti anak TK di atas akan menghilang,
Apalagi jika pergaulan anak tidak diawasi dengan baik di luar lingkungan keluarga, maka mereka akan terbiasa dengan “pikiran bersama”. Mereka akan menjadi bingung dalam menyuarakan diri sendiri.
Mereka cenderung berpendapat sesuai dengan keyakinan kelompoknya atau mengikuti seseorang yang dominan. Hal seperti ini akan mengikis kebiasaan anak untuk bertanya dan bisa jadi menurunkan rasa ingin tahu terhadap dunia.
Tidak ada ruang diskusi informal di keluarga
Sepertinya ketika anak sudah masuk sekolah, orang tua merasa bahwa separuh kewajibannya telah selesai untuk mendidik seorang anak.
Ternyata sebaliknya, peran orang tua semakin dibutuhkan oleh anak. Mereka akan memiliki masalah-masalah dengan lingkup yang lebih luas. Bukan hanya masalah di rumah saja.
Keluarga haruslah menjadi ruang bercerita dan diskusi yang menyenangkan bagi anak. Menurut saya kecil kemungkinan anak bisa bertanya jika dia tidak bisa bercerita tentang dirinya sendiri.
Pertanyaan adalah cerminan dan ekspresi diri. Sifatnya autentik bagi setiap individu. Anak yang tidak terbiasa bercerita atau tidak memiliki teman bercerita, maka dia akan bingung ketika dihadapkan dengan suatu kondisi dimana dibutuhkan ekspresi diri, bukan kelompok.
Memposisikan anak sebagai efektor
Belum lagi masalah kemajuan teknologi, anak menjadi lebih jarang berinteraksi karena orang tua berpikir bahwa memberikan gadget supaya anak tidak rewel adalah salah satu jalan terbaik.
Saya sedikit paham, mengasuh anak tidak mudah apalagi jika kita sedang melakukan pekerjaan penting. Posisi orang tua menjadi “mau tidak mau” melakukannya.
Hal terpenting adalah poin ke-dua, kita tetap harus menyediakan ruang diskusi dan bercerita di tengah kesibukan bagi anak-anak.
Anak menerima banyak ransangan dari gadgets yang orang tua berikan. Apakah ini negatif? tidak. Kemajuan teknologi memberikan banyak manfaat dalam dunia pendidikan khususnya mendidik seorang anak.
Tapi jika kita tidak ikut aktif memantau dan menjelaskan boleh dan yang tidak boleh akan berdampak pada bagaimana cara anak memandang dunia.
Anak yang penggunaan gadget-nya diluar kendali secara langsung kita membiasakan mereka untuk mencari kesenangan instan. Mereka menjadi jauh dari karakter “pemikir” melainkan menjadi konsumen atau penerima produk orang lain.
Hubungannya dengan masa depan anak
Tweet tersebut sangat relevan dengan artikel ini. Mengapa orang tua harus menjaga rasa ingin tahu anak? agar mereka memiliki motivasi untuk belajar, belajar, dan belajar.
Zaman sekarang kita memiliki AI dan bahkan beberapa pengajaran dari Universitas elit disediakan gratis, cukup memiliki koneksi internet saja.
Tetapi mengapa tidak banyak orang tergerak? jawabannya adalah hilangnya motivasi untuk belajar. Darimana datangnya motivasi belajar untuk anak anda jika dia tidak ingin tahu?
Leave a comment