
Sudah barang tentu kita mengetahui bahwa adil adalah sifat yang baik. Ramai orang mengemborkan sifat ini dan mendidik teman, anak, saudara, dan bawahannya untuk senantiasa bersikap adil.
Definisi universal dari adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Keadilan yang didasarkan pada definisi utopis akan menghasilkan hal yang serupa, GIGO (garbage in, garbage out).
Jika coba mendasari keadilan menggunakan pandangan setiap orang, maka akan sampailah pada definisi adil yang berubah-ubah. Adil dapat diartikan sebagai sesuatu yang harus menyenangkan hati individu tersebut.
Setelah mendalami makna keadilan, kita akan mulai terjebak pada kandang pikiran liar. Bahwa keadilan sangat sulit dilaksanakan di kehidupan.
Manusia penuh dengan ambisinya untuk memenuhi sepiring penuh idealisme. Tidak jauh berbeda dengan cara bangsa-bangsa terdahulu untuk menaklukan daerah lain dan mencapai kejayaan.
Keadilan sulit diwujudkan karena itu tidak menguntungkan, keadilan sulit diwujudkan karena itu menyakitkan, dan keadilan sulit diwujudkan karena itu tidak ada, untuk saat ini.
Jika manusia menganut keadilan yang didasari oleh pandangan terhadap dirinya sendiri, maka keadilan yang universal hanya akan menjadi mimpi di siang bolong. Kebenaran kadang menyakitkan dan membuat pilu.
Tetapi kebenaran menawarkan pada kita sebuah kaca mata reflektif untuk melihat kehidupan secara utuh. Melihat kehidupan berdasarkan apa yang seharusnya terjadi, lalu mengambil pelajaran darinya.
Sebenarnya keadilan universal itu sudah diajarkan oleh leluhur bangsa Indonesia melalui budaya Nusantara. Sudah jelas sekarang tergerus oleh globalisasi, tetapi dari mana datangnya keadilan bias ini?
Apakah dari individu itu sendiri atau kolektivisme pikiran global?
Leave a comment